Isu Etika Signifikan Dalam Dunia
Bisnis dan Profesi
1. Benturan
Kepentingan
Benturan
kepentingan adalah perbedaan antara kepentingan ekonomis
perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi direktur, komisaris, atau
pemegang saham utama perusahaan.
Perusahaan menerapkan kebijakan bahwa personilnya harus menghindari investasi, asosiasi atau hubungan lain yang akan mengganggu, atau terlihat dapat mengganggu, dengan penilaian baik mereka berkenaan dengan kepentingan terbaik perusahaan. Sebuah situasi konflik dapat timbul manakala personil mengambil tindakan atau memiliki kepentingan yang dapat menimbulkan kesulitan bagi mereka untuk melaksanakan pekerjaannya secara obyektif dan efektif.
Perusahaan menerapkan kebijakan bahwa personilnya harus menghindari investasi, asosiasi atau hubungan lain yang akan mengganggu, atau terlihat dapat mengganggu, dengan penilaian baik mereka berkenaan dengan kepentingan terbaik perusahaan. Sebuah situasi konflik dapat timbul manakala personil mengambil tindakan atau memiliki kepentingan yang dapat menimbulkan kesulitan bagi mereka untuk melaksanakan pekerjaannya secara obyektif dan efektif.
Benturan
kepentingan juga muncul manakala seorang karyawan, petugas
atau direktur, atau seorang anggota dari keluarganya, menerima tunjangan
pribadi yang tidak layak sebagai akibat dari kedudukannya dalam perusahaan.
Apabila situasi semacam itu muncul, atau apabila individu tidak yakin apakah
suatu situasi merupakan benturan kepentingan, ia harus segera melaporkan
hal-hal yang terkait dengan situasi tersebut kepada petugas kepatuhan
perusahaan. Apabila manajemen senior perusahaan menetapkan bahwa situasi
tersebut menimbulkan benturan kepentingan, mereka harus segera melaporkan
benturan kepentingan tersebut kepada komite pemeriksa.
2. Etika Dalam
Tempat Kerja
Dunia
kerja memang menyimpan banyak sisi, secara ‘positif’
orang memang menaruh harapan dari dunia kerja yaitu untuk memenuhi keperluan
hidupnya. Namun tuntutan pekerjaan pun bila tidak dihadapi dengan baik dapat
membawa tekanan bagi pekerja sendiri. Menyikapi hal tersebut mungkin ada
hubungannya dengan fenomena maraknya kegiatan eksekutif bisnis mendalami nilai-nilai agama. Mereka
mengikuti aktivitas keagamaan seperti tasawuf, kebaktian bersama dan lainnya
untuk mengkaji dan mengaplikasikan nilai-“nilai
luhur” yang selama ini kerap hilang dari dunia kerja.
Adapun
beberapa praktik di dalam suatu pekerjaan yang dilandasi dengan etika dengan
berinteraksi di dalam suatu perusahaan, misalnya:
1.
Etika
Terhadap Saingan
Kadang-kadang ada produsen berbuat
kurang etis terhadap saingan dengan menyebarkan rumor, bahwa produk saingan
kurang bermutu atau juga terjadi produk saingan dirusak dan dijual kembali ke
pasar, sehingga menimbulkan ‘citra negatif’
dari pihak konsumen.
2.
Etika
Hubungan dengan Karyawan
Di dalam perusahaan ada aturan-aturan
dan batas-batas etika yang mengatur hubungan atasan dan bawahan, Atasan harus
ramah dan menghormati hak-hak bawahan, Karyawan diberi kesempatan naik pangkat,
dan memperoleh penghargaan.
3.
Etika
Dalam Hubungan dengan Publik
Hubungan dengan publik harus dijaga sebaik mungkin,
agar selalu terpelihara hubungan harmonis. Hubungan dengan publik ini menyangkut pemeliharaan ekologi, dan
lingkungan hidup. Hal ini meliputi konservasi alam, daur ulang dan polusi.
Menjaga kelestarian alam, recycling
(daur ulang) produk adalah uasha-usaha yang dapat dilakukan perusahaan dalam
rangka mencegah polusi, dan menghemat sumber daya alam.
3. Aktivitas Bisnis
Internasional – Masalah Budaya
Bagaimana
cara dan perilaku manusia melakukan
sesuatu serta bagaimana suatu kelompok individu membentuk kebiasaan.
Kepemimpinan berperan sebagai motor yang harus mampu mencetuskan dan menularkan
kebiasaaan produktif di lingkungan organisasi. Maka dengan demikian, masalah
budaya perusahaan bukanlah hanya apa yang akan dikerjakan sekolompok individu
melainkan juga bagaimana cara dan tingkah laku mereka pada saat mengerjakan
pekerjaan tersebut.
Seorang
pemimpin memiliki peranan penting dalam membentuk budaya perusahaan. Hal itu bukanlah
sesuatu yang kabur dan hambar, melainkan sebuah gambaran jelas dan konkrit.
Jadi, budaya itu adalah tingkah laku, yaitu cara individu bertingkah laku dalam
mereka melakukan sesuatu.
Tidaklah
mengherankan, bila sama-sama kita telaah kebanyakan perusahaan sekarang ini.
Para pemimpin yang bergelimang dengan fasilitas dan berbagai kondisi kemudahan.
Giliran situasinya dibalik dengan perjuangan dan persaingan, mereka mengeluh
dan malah sering mengumpat bahwa itu semua karena SDM kita yang tidak kompeten dan tidak mampu. Mereka sendirilah
yang membentuk budaya itu (masalah
budaya). Semua karena percontohan, penularan dan panutan dari masing-masing
pemimpin. Maka timbul paradigma, mengubah budaya perusahaan itu sendiri.Budaya
perusahaan memberi kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan perilaku
etis, karena budaya perusahaan merupakan seperangkat nilai dan norma yang
membimbing tindakan karyawan. Budaya dapat mendorong terciptanya prilaku. Dan
sebaliknya dapat pula mendorong terciptanya prilaku yang tidak etis.
4. Akuntanbilitas Sosial
Tujuan
Akuntanbilitas Sosial, antara lain :
a. Untuk
mengukur dan mengungkapkan dengan tepat seluruh biaya dan manfaat bagi masyarakat
yang ditimbulkan oleh aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan produksi suatu
perusahaan.
b. Untuk mengukur dan melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap lingkungannya, mencakup : financial dan managerial social accounting, social auditing.
b. Untuk mengukur dan melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap lingkungannya, mencakup : financial dan managerial social accounting, social auditing.
c. Untuk
menginternalisir biaya sosial dan manfaat sosial agar dapat menentukan suatu
hasil yang lebih relevan dan sempurna yang merupakan keuntungan sosial suatu
perusahaan.
5. Manajemen Krisis
Manajemen krisis
adalah respon pertama perusahaan terhadap sebuah kejadian yang dapat merubah
jalannya operasi bisnis yang telah berjalan normal. Artinya terjadi gangguan pada proses
bisnis ‘normal’ yang menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan untuk
mengoptimalkan fungsi-fungsi yang ada, dan dengan demikian dapat dikategorikan
sebagai krisis.
Kejadian
buruk dan krisis yang melanda dunia bisnis dapat mengambil beragam bentuk.
Mulai dari bencana alam seperti Tsunami, musibah teknologi (kebakaran, kebocoran zat-zat berbahaya) sampai kepada karyawan
yang mogok kerja. Segala kejadian buruk
dan krisis, berpotensi menghentikan proses normal bisnis yang telah dan sedang
berjalan, membutuhkan penanganan yang segera (immediate) dari pihak manajemen. Penanganan yang segera ini kita
kenal sebagai manajemen krisis (crisis management).
Contoh kasus:
“
Penggelembungan Nilai (mark up) PT. Kimia Farma Tbk ”
Penggelembungan nilai (mark
up) PT. Kimia Farma Tbk pada tahun 2001 (Arifin,
2005). Laba bersih dilaporkan sebesar Rp 132 miliar
lebih, padahal seharusnya hanyalah sebesar Rp 99,6 miliar.
Berdasarkan hasil pemeriksaan BAPEPAM, penggelembungan
sebesar Rp 32,7 miliar tersebut berasal dari:
· overstated atas
penjualan pada Unit Industri Bahan Baku sebesar Rp 2,7 miliar,
· overstated atas
persediaan barang pada Unit Logistik Sentral sebesar Rp 23,9 miliar, dan
· overstated pada
persediaan barang sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated atas penjualan
sebesar Rp 10,7 miliar pada unit Pedagang Besar Farmasi (PBF).
Arifin (2005) menyatakan
bahwa para akuntan adalah salah satu profesi yang terlibat secara langsung
dalam pengelolaan perusahaan (corporate governance). Dalam hubungannya dengan
prinsip good corporate governance (GCG), peran akuntan secara signifikan
terlibat dalam berbagai aktivitas penerapan prinsip-prinsipGCG. Terbongkarnya
kasus–kasus khususnya ilmu akuntansi yang terlibat dalam praktik
manajemen laba memberikan kesadaran tentang betapa pentingnya peran
dunia pendidikan dalam menciptakan sumber daya manusia yang cerdas dan
bermoral. Ungkapan tersebut mengisyaratkan bahwa sikap dan perilaku moral
(akuntan) dapat terbentuk melalui proses pendidikan yang
terjadi dalam lembaga pendidikan akuntansi, dimana mahasiswa sebagai input, sedikit
banyaknya akan memiliki keterkaitan dengan akuntan yang dihasilkan
sebagai output.
Kasus pelanggaran etika
seharusnya tidak terjadi apabila setiap akuntan mempunyai pengetahuan,
pemahaman, dan kemauan untuk menerapkan nilai-nilai moral dan etika secara
memadai dalam pelaksanaan pekerjaan profesionalnya (Ludigdo, 1999). Oleh
karena itu, terjadinya berbagai kasus sebagaimana disebutkan di atas,
seharusnya memberi kesadaran untuk lebih memperhatikan etika dalam melaksanakan
pekerjaan profesi akuntan.
Pertanyaan–pertanyaan
tentang dugaan atas pelanggaran etika profesi akuntan terhadap kepercayaan
publik telah menimbulkan campur tangan pemerintah. Ponemon dan Gabhart
(1993), memberikan argumen bahwa hilangnya kepercayaan publik dan
meningkatnya campur tangan dari pemerintah pada gilirannya menimbulkan
dan membawa kepada matinya profesi akuntan, dimana masalah etika melekat dalam
lingkungan pekerjaan para akuntan professional (Ponemon dan Gabhart, 1993;
Leung dan Cooper, 1995).
Para akuntan
profesional cenderung mengabaikan persoalan moral bilamana menemukan masalah
yang bersifat teknis (Volker,1984; Bebeau, dkk. 1985, dalam
Marwanto, 2007), artinya bahwa para akuntan profesional cenderung
berperilaku tidak bermoral apabila dihadapkan dengan suatu persoalan
akuntansi.
Disisi lain, karakter
moral berkenaan dengan personaliti, seperti kekuatan ego, keteguhan ego,
kegigihan, kekerasan hati, pemikiran dan kekuatan akan pendirian
serta keberanian yang berguna untuk melakukan tindakan yang benar (Rest,
1986). Seorang individu yang memiliki kemampuan dalam menentukan apa yang
secara moral baik atau buruk dan benar atau salah, mungkin bisa gagal atau
salah dalam berkelakuan secara moral sebagai hasil dari kegagalan dalam
mengidentifikasi persoalan-persoalan moral(Walker, 2002). Dalam
berkelakuan secara moral seorang individu dipengaruhi oleh faktor-faktor
individu yang dimilikinya.
Jones (1991) telah
mengembangkan suatu model isu-kontinjen untuk menguji pengaruh persepsi
intensitas moral dan menghubungkannya dengan ‘model empat komponen Rest’. Rest
(1986) membangun model kognitif tentang pengambilan keputusan (empat
model komponen) untuk menguji pengembangan proses-proses pemikiran moral
dan perilaku individu (Chan dan Leung, 2006). Rest menyatakan
bahwa untuk bertindak secara moral, seorang individu melakukan empat dasar
proses psikologi, yaitu :
1. Sensitivitas
Moral (Moral Sensitivity)
2. Pertimbangan
Moral (Moral Judgment)
3. Motivasi
Moral (Moral Intentions), dan
4. Perilaku
Moral (Moral Behavior)).
Jones (1991) mengungkapkan
bahwa isu-isu intensitas moral secara signifikan mempengaruhi proses pembuatan
keputusan moral. Penelitian sebelumnya telah menguji pengaruh komponen dari
intensitas moral terhadap sensitivitas moral (Singhapakdi dkk., 1996; May
dan Pauli, 2000), pertimbangan moral (Webber, 1990, 1999; Morris dan
McDonald, 1995; Ketchand dkk., 1999; Shafer dkk., 1999), dan intensi moral(Singhapakdi
dkk., 1996, 1999; Shafer dkk., 1999; May dan Pauli, 2000). Dalam
penelitian-penelitian tersebut, beberapa komponen intensitas moral ditemukan
berpengaruh secara signifikan dalam proses pembuatan keputusan moral dari
berbagai responden. Bagaimanapun, terdapat sedikit penelitian yang melakukan
pengujian pada berbagai karakteristik dari isu-isu dan pengaruhnya terhadap
proses pembuatan keputusan moral pada mahasiswa akuntansi.
Kesimpulan Kasus :
Kasus-kasus pelanggaran
terhadap etika dalam dunia bisnis yang terjadi di Indonesia belakangan ini
seharusnya mengarahkan kebutuhan bagi lebih banyak penelitian yang meneliti
mengenai pembuatan keputusan etis. Kerasnya isu dalam hal pembuatan keputusan
moral terasa sangat penting dalam menegakkan kembali martabat dan kehormatan
profesi akuntan yang sedang dilanda krisis kepercayaan dari masyarakat luas.
Penelitian pengembangan
etika akuntan profesional seharusnya dimulai dengan penelitian mahasiswa
akuntansi di bangku kuliah, dimana mereka ditanamkan perilaku moral dan
nilai-nilai etika profesional akuntan (Jeffrey, 1993). Menurut Ponemon
dan Glazer (1990), bahwa sosialisasi etika profesi akuntan pada kenyataanya
berawal dari masa kuliah, dimana mahasiswa akuntansi sebagai calon akuntan
profesional di masa datang.
Sumber :
NAMA Nancy Olivia
NPM 25212228
KELAS 4EB19