Sabtu, 26 Desember 2015

TUGAS INDIVIDU KE-9 SOFTSKILL SEMESTER 7 ISU ETIKA SIGNIFIKAN DALAM DUNIA BISNIS DAN PROFESI

Isu Etika Signifikan Dalam Dunia Bisnis dan Profesi

1.   Benturan Kepentingan

Benturan  kepentingan adalah  perbedaan antara kepentingan ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi direktur, komisaris, atau pemegang saham utama perusahaan.
Perusahaan menerapkan kebijakan bahwa personilnya harus menghindari investasi, asosiasi atau hubungan lain yang akan mengganggu, atau terlihat dapat mengganggu, dengan penilaian baik mereka berkenaan dengan kepentingan terbaik perusahaan. Sebuah situasi konflik dapat timbul manakala personil mengambil tindakan atau memiliki kepentingan yang dapat menimbulkan kesulitan bagi mereka untuk melaksanakan  pekerjaannya secara obyektif dan efektif.

Benturan  kepentingan  juga muncul manakala seorang karyawan, petugas atau direktur, atau seorang anggota dari keluarganya, menerima tunjangan pribadi yang tidak layak sebagai akibat dari kedudukannya dalam perusahaan. Apabila situasi semacam itu muncul, atau apabila individu tidak yakin apakah suatu situasi merupakan benturan kepentingan, ia harus segera melaporkan hal-hal yang terkait dengan situasi tersebut kepada petugas kepatuhan perusahaan. Apabila manajemen senior perusahaan menetapkan bahwa situasi tersebut menimbulkan benturan kepentingan, mereka harus segera melaporkan benturan kepentingan tersebut kepada komite pemeriksa.

2.   Etika Dalam Tempat Kerja

Dunia kerja memang menyimpan banyak sisi, secara ‘positif’ orang memang menaruh harapan dari dunia kerja yaitu untuk memenuhi keperluan hidupnya. Namun tuntutan pekerjaan pun bila tidak dihadapi dengan baik dapat membawa tekanan bagi pekerja sendiri. Menyikapi hal tersebut mungkin ada hubungannya dengan fenomena maraknya kegiatan eksekutif  bisnis mendalami nilai-nilai agama. Mereka mengikuti aktivitas keagamaan seperti tasawuf, kebaktian bersama dan lainnya untuk mengkaji dan mengaplikasikan nilai-“nilai luhur” yang selama ini kerap hilang dari dunia kerja. 
Adapun beberapa praktik di dalam suatu pekerjaan yang dilandasi dengan etika dengan berinteraksi di dalam suatu perusahaan, misalnya:
1.    Etika Terhadap Saingan
Kadang-kadang ada produsen berbuat kurang etis terhadap saingan dengan menyebarkan rumor, bahwa produk saingan kurang bermutu atau juga terjadi produk saingan dirusak dan dijual kembali ke pasar, sehingga menimbulkan ‘citra negatif’ dari pihak konsumen. 

2.    Etika Hubungan dengan Karyawan
Di dalam perusahaan ada aturan-aturan dan batas-batas etika yang mengatur hubungan atasan dan bawahan, Atasan harus ramah dan menghormati hak-hak bawahan, Karyawan diberi kesempatan naik pangkat, dan memperoleh penghargaan.

3.    Etika Dalam Hubungan dengan Publik
Hubungan dengan publik harus dijaga sebaik mungkin, agar selalu terpelihara hubungan harmonis. Hubungan dengan  publik ini menyangkut pemeliharaan ekologi, dan lingkungan hidup. Hal ini meliputi konservasi alam, daur ulang dan polusi. Menjaga kelestarian alam, recycling (daur ulang) produk adalah uasha-usaha yang dapat dilakukan perusahaan dalam rangka mencegah polusi, dan menghemat sumber daya alam.
3.   Aktivitas Bisnis Internasional – Masalah Budaya

Bagaimana cara dan  perilaku manusia melakukan sesuatu serta bagaimana suatu kelompok individu membentuk kebiasaan. Kepemimpinan berperan sebagai motor yang harus mampu mencetuskan dan menularkan kebiasaaan produktif di lingkungan organisasi. Maka dengan demikian, masalah budaya perusahaan bukanlah hanya apa yang akan dikerjakan sekolompok individu melainkan juga bagaimana cara dan tingkah laku mereka pada saat mengerjakan pekerjaan tersebut.
Seorang pemimpin memiliki peranan penting dalam  membentuk budaya perusahaan. Hal itu bukanlah sesuatu yang kabur dan hambar, melainkan sebuah gambaran jelas dan konkrit. Jadi, budaya itu adalah tingkah laku, yaitu cara individu bertingkah laku dalam mereka melakukan sesuatu.
Tidaklah mengherankan, bila sama-sama kita telaah kebanyakan perusahaan sekarang ini. Para pemimpin yang bergelimang dengan fasilitas dan berbagai kondisi kemudahan. Giliran situasinya dibalik dengan perjuangan dan persaingan, mereka mengeluh dan malah sering mengumpat bahwa itu semua karena SDM kita yang tidak kompeten dan tidak mampu. Mereka sendirilah yang membentuk budaya itu (masalah budaya). Semua karena percontohan, penularan dan panutan dari masing-masing pemimpin. Maka timbul paradigma, mengubah budaya perusahaan itu sendiri.Budaya perusahaan memberi kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan perilaku etis, karena budaya perusahaan merupakan seperangkat nilai dan norma yang membimbing tindakan karyawan. Budaya dapat mendorong terciptanya prilaku. Dan sebaliknya dapat pula mendorong terciptanya prilaku yang tidak etis.
4.    Akuntanbilitas Sosial
Tujuan Akuntanbilitas Sosial, antara lain :
a. Untuk mengukur dan mengungkapkan dengan tepat seluruh biaya dan manfaat bagi masyarakat yang ditimbulkan oleh aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan produksi suatu perusahaan.
b. Untuk mengukur dan melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap lingkungannya, mencakup : financial dan managerial social accounting, social auditing.
c. Untuk menginternalisir biaya sosial dan manfaat sosial agar dapat menentukan suatu hasil yang lebih relevan dan sempurna yang merupakan keuntungan sosial suatu perusahaan.

5.    Manajemen Krisis

Manajemen krisis adalah respon pertama perusahaan terhadap sebuah kejadian yang dapat merubah jalannya operasi bisnis yang telah berjalan  normal. Artinya terjadi gangguan pada proses bisnis ‘normal’ yang menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi yang ada, dan dengan demikian dapat dikategorikan sebagai krisis.
Kejadian buruk dan krisis yang melanda dunia bisnis dapat mengambil beragam bentuk. Mulai dari bencana alam seperti Tsunami, musibah teknologi (kebakaran, kebocoran zat-zat berbahaya) sampai kepada karyawan yang  mogok kerja. Segala kejadian buruk dan krisis, berpotensi menghentikan proses normal bisnis yang telah dan sedang berjalan, membutuhkan penanganan yang segera (immediate) dari pihak manajemen. Penanganan yang segera ini kita kenal sebagai manajemen krisis (crisis management).

Contoh kasus:
“ Penggelembungan Nilai (mark up) PT. Kimia Farma Tbk ”

Penggelembungan nilai (mark up) PT. Kimia Farma Tbk  pada tahun 2001 (Arifin, 2005).  Laba bersih dilaporkan  sebesar Rp 132 miliar lebih, padahal seharusnya hanyalah sebesar Rp 99,6 miliar. Berdasarkan  hasil  pemeriksaan BAPEPAM, penggelembungan sebesar Rp 32,7 miliar tersebut berasal dari:
·      overstated atas penjualan pada Unit Industri Bahan Baku sebesar Rp 2,7 miliar,
·      overstated atas persediaan barang pada Unit Logistik Sentral sebesar Rp 23,9 miliar, dan
·      overstated pada persediaan barang sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated atas penjualan sebesar Rp 10,7 miliar pada unit Pedagang Besar Farmasi (PBF).

Arifin (2005) menyatakan bahwa para akuntan adalah salah satu profesi yang terlibat secara langsung dalam pengelolaan perusahaan (corporate governance). Dalam hubungannya dengan prinsip good corporate governance (GCG), peran akuntan secara signifikan terlibat dalam berbagai aktivitas penerapan prinsip-prinsipGCG. Terbongkarnya kasus–kasus khususnya ilmu akuntansi yang terlibat dalam  praktik manajemen  laba memberikan kesadaran tentang betapa pentingnya peran dunia pendidikan dalam menciptakan sumber daya manusia yang cerdas dan bermoral. Ungkapan tersebut mengisyaratkan bahwa sikap dan perilaku moral (akuntan) dapat  terbentuk  melalui proses pendidikan yang terjadi dalam lembaga pendidikan akuntansi, dimana mahasiswa sebagai input, sedikit banyaknya akan memiliki keterkaitan dengan akuntan yang dihasilkan sebagai output.

Kasus pelanggaran etika seharusnya tidak terjadi apabila setiap akuntan mempunyai pengetahuan, pemahaman, dan kemauan untuk menerapkan nilai-nilai moral dan etika secara memadai dalam pelaksanaan pekerjaan profesionalnya (Ludigdo, 1999). Oleh karena itu, terjadinya berbagai kasus sebagaimana disebutkan di atas, seharusnya memberi kesadaran untuk lebih memperhatikan etika dalam melaksanakan pekerjaan profesi akuntan.

Pertanyaan–pertanyaan tentang dugaan atas pelanggaran etika profesi akuntan terhadap kepercayaan publik telah menimbulkan campur tangan pemerintah. Ponemon dan Gabhart (1993),  memberikan argumen bahwa hilangnya kepercayaan publik dan  meningkatnya campur tangan dari pemerintah pada gilirannya menimbulkan dan membawa kepada matinya profesi akuntan, dimana masalah etika melekat dalam lingkungan pekerjaan para akuntan professional (Ponemon dan Gabhart, 1993; Leung dan Cooper, 1995).

Para akuntan profesional cenderung mengabaikan persoalan moral bilamana menemukan masalah yang bersifat teknis (Volker,1984; Bebeau, dkk. 1985, dalam Marwanto, 2007), artinya bahwa para akuntan profesional cenderung berperilaku tidak bermoral apabila dihadapkan dengan suatu persoalan akuntansi. 

Disisi lain, karakter moral berkenaan dengan personaliti, seperti kekuatan ego, keteguhan ego,  kegigihan,  kekerasan hati,  pemikiran dan kekuatan akan pendirian serta keberanian yang berguna untuk melakukan tindakan yang benar (Rest, 1986). Seorang individu yang memiliki kemampuan dalam menentukan apa yang secara moral baik atau buruk dan benar atau salah, mungkin bisa gagal atau salah dalam berkelakuan secara moral sebagai hasil dari kegagalan dalam mengidentifikasi persoalan-persoalan moral(Walker, 2002).  Dalam berkelakuan secara moral seorang individu dipengaruhi oleh faktor-faktor individu yang dimilikinya.

Jones (1991) telah mengembangkan suatu model isu-kontinjen untuk menguji pengaruh persepsi intensitas moral dan menghubungkannya dengan ‘model empat komponen Rest’. Rest (1986) membangun  model kognitif tentang pengambilan keputusan (empat model komponen) untuk menguji pengembangan proses-proses pemikiran moral dan perilaku individu (Chan dan Leung, 2006). Rest menyatakan bahwa untuk bertindak secara moral, seorang individu melakukan empat dasar proses psikologi, yaitu :
1.    Sensitivitas Moral (Moral Sensitivity)
2.    Pertimbangan Moral (Moral Judgment)
3.    Motivasi Moral (Moral Intentions), dan
4.    Perilaku Moral (Moral Behavior)).

Jones (1991) mengungkapkan bahwa isu-isu intensitas moral secara signifikan mempengaruhi proses pembuatan keputusan moral. Penelitian sebelumnya telah menguji pengaruh komponen dari intensitas moral terhadap sensitivitas moral (Singhapakdi dkk., 1996; May dan Pauli, 2000), pertimbangan moral (Webber, 1990, 1999; Morris dan McDonald, 1995; Ketchand dkk., 1999; Shafer dkk., 1999), dan intensi moral(Singhapakdi dkk., 1996, 1999; Shafer dkk., 1999; May dan Pauli, 2000). Dalam penelitian-penelitian tersebut, beberapa komponen intensitas moral ditemukan berpengaruh secara signifikan dalam proses pembuatan keputusan moral dari berbagai responden. Bagaimanapun, terdapat sedikit penelitian yang melakukan pengujian pada berbagai karakteristik dari isu-isu dan pengaruhnya terhadap proses pembuatan keputusan moral pada mahasiswa akuntansi.

Kesimpulan Kasus :
Kasus-kasus pelanggaran terhadap etika dalam dunia bisnis yang terjadi di Indonesia belakangan ini seharusnya mengarahkan kebutuhan bagi lebih banyak penelitian yang meneliti mengenai pembuatan keputusan etis. Kerasnya isu dalam hal pembuatan keputusan moral terasa sangat penting dalam menegakkan kembali martabat dan kehormatan profesi akuntan yang sedang dilanda krisis kepercayaan dari masyarakat luas.
Penelitian pengembangan etika akuntan profesional seharusnya dimulai dengan penelitian mahasiswa akuntansi di bangku kuliah, dimana mereka ditanamkan perilaku moral dan nilai-nilai etika profesional akuntan (Jeffrey, 1993).  Menurut Ponemon dan Glazer (1990), bahwa sosialisasi etika profesi akuntan pada kenyataanya berawal dari masa kuliah, dimana mahasiswa akuntansi sebagai calon akuntan profesional di masa datang.


Sumber :


NAMA  Nancy Olivia
NPM      25212228
KELAS 4EB19

Tidak ada komentar:

Posting Komentar